Sabtu, 11 Mei 2013
KETIKA saya masih SD, 12 tahun yang lalu, saya merupakan korban bullying. Sakitnya masih terasa sampai saat ini. Bully di sekolah yang saya alami sangat parah. Dari siswa kelas I sampai kelas VI, tidak ada yang berani jadi teman saya. Hal ini disebabkan saya bermasalah dengan teman yang sok jagoan di SD. Sehingga, siapa pun yang berteman dengan saya diancam dan akan menerima anak Bully ( Perlakuan buruk ) yang sama.
Kegiatan saya di sekolah sangat membosankan, tidak ada gairah untuk pergi ke sekolah, serasa masuk pengasingan. Ditambah lagi di sekitar rumah, setiap lewat ada saja yang meneriaki saya. Entah kurang kerjaan atau memang lagi stres. Untuk memperbaiki mental, setelah tamat SD, saya melanjutkan ke SMP yang lebih favorit daripada SMP tepat di sebelah rumah. Orang lain beranggapan saya mencari sekolah yang lebih baik, namun tujuan utama saya memperbaiki mental.
Mungkin pelaku bully menganggap lucu bisa menertawakan dan menyudutkan orang lain. Tetapi, sebagai siswa perempuan korban bullying, rasanya sangat menyedihkan, sampai 12 tahun belum bisa hilang efeknya. Tolong guru atau orang tua beri perhatian untuk mencegah bully.
Pengirim : PELITA HATI ( nama samaran ), Mahasiswi di Malang Asal Blitar.
Tanggapan :
Stop bullying di sekolah !
Bullying merupakan suatu kejadian yang seringkali tidak terhindarkan terutama di sekolah. Bullying
adalah penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang
atau sekelompok, suatu perilaku mengancam, menindas dan membuat perasaan
orang lain tidak nyaman. Seseorang yang bisa dikatakan menjadi
korban apabila dia diperlakukan negatif (secara sengaja membuat luka
atau ketidak nyamanan melalui kontak fisik, melalui perkataan atau
dengan cara lain) dengan jangka waktu sekali atau berkali-kali bahkan
sering atau menjadi sebuah pola oleh seseorang atau lebih.
Bullying seringkali terlihat sebagai bentuk-bentuk perilaku berupa
pemaksaan atau usaha menyakiti secara fisik maupun psikologis terhadap
seseorang atau kelompok yang lebih ‘lemah’ oleh seseorang atau
sekelompok orang yang mempersepsikan dirinya lebih ‘kuat’. Perbuatan
pemaksaan atau menyakiti ini terjadi di dalam sebuah kelompok misalnya
kelompok siswa satu sekolah.
Contoh perilaku bullying antara lain:
Kontak fisik langsung (meminta dengan paksa apa yang bukan
miliknya, memukul, menampar, mendorong, menggigit, menarik rambut,
menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga
termasuk memeras dan merusak barang-barang yang dimiliki orang lain,
pelecehan seksual).
Kontak verbal langsung (mengancam, mempermalukan, merendahkan,
mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan
(put-downs), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan
gosip).
Perilaku non-verbal langsung (melihat dengan sinis, menjulurkan
lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau
mengancam; biasanya diertai oleh bullying fisik atau verbal).
Perilaku non-verbal tidak langsung (mendiamkan seseorang,
memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan
atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng).
Bullying tidak selalu berlangsung dengan cara berhadapan muka tapi dapat
juga berlangsung di belakang teman. Pada siswa, mereka menikmati saat
memanggil temannya dengan sebutan yang jelek, meminta uang atau makanan
dengan paksa atau menakut-nakuti siswa yang lebih muda usianya.
Sementara siswi melakukan tindakan memisahkan rekannya dari kelompok
serta tindakan lainnya yang bertujuan menyisihkan individu lainnya dari
grup, dan peristiwanya, sangat mungkin terjadi berulang.
Pelaku bullying mulai dari; teman, kakak kelas, adik kelas, guru, hingga
preman yang ada di sekitar sekolah. Lokasi kejadiannya, mulai dari;
ruang kelas, toilet, kantin, halaman, pintu gerbang, bahkan di luar
pagar sekolah.
Dampak perilaku bullying.
Tidak semua korban akan menjadi pendukung bullying, namun yang paling
memprihatinkan adalah korban-korban yang kesulitan untuk keluar dari
lingkaran kekerasan ini. Mereka merasa tertekan dan trauma sehingga
mempersepsikan dirinya selalu sebagai pihak yang lemah, yang tidak
berdaya, padahal mereka juga asset bangsa yang pasti memiliki
kelebihan-kelebihan lain.
Bagaimana anak bisa belajar kalau dia dalam keadaan tertekan? Bagaimana
bisa berhasil kalau ada yang mengancam dan memukulnya setiap hari?
Sehingga amat wajar jika dikatakan bahwa bullying sangat mengganggu
proses belajar mengajar.
Bullying ternyata tidak hanya memberi dampak negatif pada korban,
melainkan juga pada para pelaku. Bullying, dari berbagai penelitian,
ternyata berhubungan dengan meningkatnya tingkat depresi, agresi,
penurunan nilai akademik, dan tindakan bunuh diri. Bullying juga
menurunkan skor tes kecerdasan dan kemampuan analisis para siswa. Para
pelaku bullying berpotensi tumbuh sebagai pelaku kriminal, jika
dibandingkan dengan anak-anak yang tidak melakukan bullying.
Bagi si korban biasanya akan merasakan banyak emosi negatif (marah,
dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam)
namun tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka panjang emosi-emosi ini
dapat berujung pada munculnya perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak
berharga.
Kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial juga muncul pada
para korban. Mereka ingin pindah ke sekolah lain atau keluar dari
sekolah itu, dan kalaupun mereka masih berada di sekolah itu, mereka
biasanya terganggu prestasi akademisnya atau sering sengaja tidak masuk
sekolah.Yang paling ekstrim dari dampak psikologis ini adalah
kemungkinan untuk timbulnya gangguan psikologis pada korban bullying,
seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh
diri,
Pencegahan dan penanggulangan perilaku bullying.
Semua orang bisa menjadi korban atau malah menjadi pelaku bullying.
Diperlukan Kebijakan menyeluruh yang melibatkan seluruh komponen sekolah
mulai dari guru, siswa, kepala sekolah sampai orang tua murid, yang
tujuannya adalah untuk dapat menyadarkan seluruh komponen sekolah tadi
tentang bahaya terselubung dari perilaku bullying ini.
Kebijakan tersebut dapat berupa program anti bullying di sekolah antara
lain dengan cara menggiatkan pengawasan, pemahaman konsekuensi serta
komunikasi yang bisa dilakukan efektif antara lain dengan Kampaye Stop
Bullying di Lingkungan sekolah dengan sepanduk, slogan, stiker dan
workshop bertemakan stop bulying. Kesemuanya ini dilakukan dengan tujuan
paling tidak dapat meminimalisir atau bahkan meniadakan sama sekali
perilaku bullying di sekolah.
Diharapkan dengan adanya kebijakan itu sekolah bukan lagi tempat yang
menakutkan dan membuat trauma tapi justru menjadi tempat yang aman dan
menyenangkan bagi siswa, merangsang keinginan untuk belajar,
bersosialisasi dan mengembangkan semua potensi siswa baik akademik,
sosial ataupun emosinal. Sekolah dapat menjadi tempat yang paling aman
bagi anak serta guru untuk belajar dan mengajar serta serta menjadikan
anak didik yang mandiri, berilmu, berprestasi dan berakhlak mulia. Bukan
malah sebaliknya mencetak siswa-siswa yang siap pakai menjadi tukang
jagal dan preman.